Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   

Entri yang Diunggulkan

8 Masalah Kesehatan Yang Muncul Dari Ruang Ber-AC

Berada di ruangan AC memang menyejukkan. Udara di luar yang sangat terik akan segera tergantikan dengan dinginnya ruangan. Namun kenyama...

Home » » Konsumsi Ikan Lele: Bahaya atau Haram?

Konsumsi Ikan Lele: Bahaya atau Haram?

Posted by Hari Hari Sehat Bersama on Rabu, 10 Juni 2015

Meski dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan, ikan lele tetap menjadi salah satu makanan favorit banyak masyarakat. Karenanya, jika ikan “berkumis” yang biasa hidup di air tawar ini dihubung-hubungkan dengan bahaya mengonsumsinya atau keharaman memang harus hati-hati.

Namun seringkali ketika bahaya suatu objek dan dalil keharaman atasnya bertemu, level keyakinan terhadap suatu ajaran seolah-olah meningkat; sebagaimana kasus konsumsi daging babi.
Beberapa waktu yang lalu, kabar tentang bahaya mengonsumsi ikan lele goreng beredar.[1] Kabarnya seorang dokter sering kedatangan pasien yang terkena penyakit thyroid yang membengkak dan infeksi, dengan gejala: leher bawah bengkak, di sekitar leher ada yang seperti tumor, bola mata seperti mau keluar, panas di sekitar leher, sering batuk di tengah malam tanpa sebab. Setelah ditanyakan, ternyata semua pasien sering memakan lele dan belut (goreng).

Juragan lele di Yogyakarta; ayah, istri dan anak juga mengalami gejala-gejala seperti di atas. Ketika dokter tersebut menanyakan ke salah seorang profesor dokter di Pluit, ternyata belut/lele mengandung racun ringan, sehingga bila digoreng, maka minyak yang bersih pun akan hitam. Dulu, ketika dokter tersebut makan tahu/tempe dari minyak hasil gorengan lele, tenggorokannya gatal atau terasa panas. Meski demikian, dokter tersebut kemudian mengatakan perlu sebuah penelitian lanjutan terkait hal tersebut.


Menurut fikih ahlusunah, hukum mengonsumsi ikan lele pada asalnya adalah halal. Tapi terkadang masyarakat Indonesia memelihara lele di empang dan diberi makan berupa kotoran. Jika kondisinya seperti itu, maka ikan lele menjadi sama seperti binatang jallalah, yaitu binatang yang memakan makanan kotor dan najis sehingga hukum memakannya adalah haram. Agar menjadi halal kembali, lele harus dikarantina alias dipisahkan dari tempat yang kotor dan diberi makanan yang bersih.

LPPOM-MUI Kaltim menuliskan pendapat Ibnu Umar yang mengatakan sekaitan binatang jallalah tadi bahwa unta harus dikarantina selama 40 hari, kambing selama 7 hari, dan ayam selama 3 hari. Karena di Timur Tengah tidak ada ikan lele, maka sulit ditemukan berapa lama waktu karantina lele. Mazhab Syafii mengatakan tidak ada waktu tertentu. Sementara situs kajianislam.net menyebutkan 3 hari untuk karantina lele.

Sebagian orang mengatakan bahwa makanan yang diharamkan hanya yang jelas telah diharamkan oleh ayat Quran: darah, daging babi, bangkai, dan segala yang tidak disembelih dengan asma Allah. Hukum seperti itu ada benarnya; hanya berlaku bagi kelompok inkarsunah. Sebagian lain menggunakan dalil umum kehalalan binatang laut: dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut. Namun hadis yang merupakan penjelas ayat, menyebutkan bahwa binatang buas yang bertaring adalah haram. Itu sebabnya, sebagian ulama Syafii mengharamkan ikan hiu. Meski demikian, ikan lele tetap binatang laut.

Sebagian ulama lain, seperti dari kalangan ulama Syiah ahlulbait, sejak awal memang menyatakan keharaman memakan ikan yang tidak memiliki sisik, termasuk ikan lele. Disebutkan dalam beberapa literatur ahlulbait bahwasanya Nabi Muhammad saw. bersabda, “…bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian makan dari ikan kecuali yang memiliki kulit dan padanya sisik…” (Wasâil 24/107). Begitu juga Imam Jafar Ash-Shadiq a.s. berkata:
محمد بن علي بن الحسين قال : قال الصادق (عليه السلام) : كل من السمك ما كان له فلوس ، ولا تأكل منه ما ليس له فلس
Makanlah dari ikan yang memiliki sisik dan janganlah engkau makan yang tidak bersisik darinya. (Wasâil, 16/33)
Seorang ulama pernah ditanya, mengapa ikan tanpa sisik dilarang (bagi pengikut fikih Syiah) dan apa hikmahnya? Ulama itu mengatakan konsekuensi memutuskan menjadi muslim adalah tunduk pada hukum syariah dan ada banyak hikmah yang tidak dapat terjangkau dari hukum-hukumnya. Meski demikian, dikatakan bahwa ikan tanpa sisik termasuk kategori scavangers (sama seperti babi), yang memakan apapun termasuk kotoran, sisa bangka hewan, dan polutan lain termasuk sisa manusia.

Para peneliti juga kemudian menemukan bahwa ikan yang memiliki sisik dan sirip memiliki sistem pencernaan yang dapat mencegah penyerapan racun dan toksin dari air ke dalam tubuhnya. Beberapa ikan berdaging putih, termasuk ikan kod, dan ikan salmon merupakan contoh ikan yang memiliki sisik dan sirip. Sementara ikan lele memiliki sirip namun tidak memiliki sisik. Ikan jenis ini biasanya memakan apa yang di dasar air dan memiliki sistem pencernaan yang didesain untuk menyerap toksin dari air.[2]

Jadi, apakah lele aman dan halal? Silakan Anda menjawabnya.
Referensi:
[1] ^ “Hati-Hati Makan Lele”. Dakiunta.com. Lihat juga arsip Kaskus.
[2] ^ “No Scales, No Fins, No Good”. Medicine Plants.

(Source)

SHARE :
Angkasa News Agency Global
 
Copyright © 2018 Hari Hari Sehat Bersama. All Rights Reserved. Powered by Angkasa News Agency Global