Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) Bandung Raya melakukan survey mengenai “Kontrol Mahasiswa Muslim Kota Bandung Terhadap Permasalahan Seks Bebas” dan keresahan bersama melihat generasi potensial, namun terus dibajak oleh arus kapitalisasi. Miris melihat gaya generasi muda sekarang ini yang semakin mengenyampingkan adat ketimuran dan norma agama.
Fenomena seks bebas ibarat 'gunung es' yang hanya terlihat sedikit. Namun, pada faktanya, mayoritas generasi di Indonesia bahkan sampai kepelosok daerah sudah diseliputi atmosfir seks bebas pada stadium parah. Mengenai hal ini, Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa mengatakan, saat ini, Indonesia sudah masuk darurat pornografi.
Hal ini terbukti dari belanja pornografi sepanjang 2014 diperkirakan mencapai Rp 50 triliun. Ia juga berkata 45 persen di antaranya merupakan kejahatan seksual yang melibatkan anak di bawah umur, bahkan hingga anak usia dini. Persoalan ini, merupakan persoalan yang tidak kunjung selesai dan menggambarkan betapa bobroknya moral generasi muda negeri ini.
Mengundang bencana
Permasalahan seks bebas menjadi fenomena yang tidak pernah habis untuk dikaji dan diperbincangkan. Masalah yang menimpa mayoritas pemuda ini menjadi masalah yang senantiasa terulang bahkan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berbagai studi dan penelitian telah dilakukan namun pada akhirnya hanya menghasilkan solusi parsial sehingga persoalan tidak pernah tuntas dan malah menimbulkan masalah baru.
Pemuda sebagai harapan dan generasi penerus bangsa tidak bisa dibiarkan larut dalam kerusakan dan keterhinaan yang diakibatkan oleh pergaulan bebas. Berikut sebagian dari hasil penelitian sosial "Kontrol Sosial Mahasiswa Muslim di Kota Bandung terhadap Masalah Seks Bebas". Yaitu di antaranya, sebanyak 92 persen mahasiswa menjawab betul bahwa seks bebas dilarang karena merupakan perbuatan dosa dan sisanya 7 persen menjawab salah, 1 persen tidak tahu.
Diketahui 94 persen responden menyatakan jika seks bebas banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, 57 persen mahasiswa setuju jika pihak kampus membuat aturan terhadap pergaulan antara laki-laki dan perempuan, 81 persen mahasiswa setuju jika pemerintah membuat aturan yang tegas terkait dengan pergaulan agar tidak mengarah pada seks bebas.
Sebanyak 88 persen mahasiswa sangat setuju perlu ada pembinaan khusus untuk mahasiswa sebagai upaya pencegahan permasalahan seks bebas yang difasilitasi oleh pihak kampus. 76 persen setuju bahwa pacaran dilarang dalam islam. 71 persen mahasiswa setuju masyarakat ikut serta mengontrol pergaulan kalangan mahasiswa.
Mahasiswa menjelaskan pada mahasiswa lainnya mengenai seks bebas adalah bentuk penyimpangan sosial dilakukan dengan kadang-kadang sebesar 58 persen. Diketahui mahasiswa masih jarang memperingatkan bahwa seks bebas dapat dikenai sanksi dunia maupun akhirat, dengan jawaban kadang-kadang 44 persen. Sebanyak 59 persen Mahasiswa menyatakan tidak pernah menegur secara langsung para mahasiswa yang melakukan seks bebas, dan sebanyak 78 persen tidak pernah melaporkan pihak berwajib jika mengetahui ada mahasiswa yang melakukan seks bebas.
Dasar pemikiran itu pula yang diadopsi di dalam hukum yang berlaku di negeri ini. Hukum yang berlaku di negeri ini memandang seks bebas bukan tindakan kriminal yang bisa diperkarakan selama dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan dan selama tidak ada yang mengadukan. Karena itu berbagai program dan solusi yang dijalankan selama ini tidak bisa menghentikan seks bebas di masyarakat, khususnya kalangan remaja. Artinya, semua bencana yang menjadi akibatnya juga tak akan pernah bisa dihentikan.
Solusi Menyesatkan
Banyak pihak sepakat bahwa semua kasus di atas mesti segera dihentikan. Sayangnya, kebanyakan solusi yang ditawarkan berpijak pada ide kebebasan dan ide hak reproduksi. Ide ini menuntun siapa saja untuk memandang bahwa aktivitas seksual adalah hak yang tidak bisa dilarang. Selama dilakukan dengan kemauan dan kesadaran sendiri, tanpa paksaan, hubungan seks, termasuk seks bebas (seks bebas), tak bisa disalahkan. Akibatnya, seks di luar nikah alias seks bebas lantas tidak dianggap salah. Pandangan seperti itu akhirnya melahirkan solusi yang menyesatkan seperti: ‘pacaran sehat’, ‘pekan kondom nasional’, ‘setia pada pasangan’ (termasuk pasangan seks bebas), dan lain-lain.
Mengapa itu bisa terjadi?
Seks bebas di kalangan remaja (generasi muda) tidaklah terjadi dengan sendirinya. Banyak faktor yang memicu aktivitas penyimpangan perilaku ini. Penyebab utama maraknya seks bebas adalah adanya penerapan sistem Kapitalisme yang mengagungkan kebebasan individu dalam hal berperilaku, beragama, berpendapat dan kepemilikan. Kebebasan individu lahir dari keyakinan/akidah sekularisme yang meniadakan peran Sang Pencipta untuk mengatur kehidupan. Manusialah yang berhak membuat aturan.
Penyelesaian penyimpangan perilaku seks yang melanda remaja pada khususnya membutuhkan langkah yang terintegrasi antar berbagai komponen, baik keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara. Seluruh komponen ini membutuhkan penyamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi.
(CBN/Portal-CBN/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS